12 Agu 2012

Hujan di Penghujung Hari


Senja di saat kutulis gubah tak bernama
kuhidangkan segenap rasa pada sang kalam
membiarkannya menarikan gurat kesenduan
dan menyembulkan mimpi tak nyata

Di area putih sang kertas
ukiran tinta hias segenap seratnya
merembes masuk dan sengaja kubiarkan
masa bodoh....
biar saja sang kalam tetap menari ria
hingga akhir kata tersurat

Lama
hening senja mulai pecah
tebaran titik sang tirta berjuta
menghempas padang ilalang di kejauhan
akustik dentum mungilnya merayap
merembeti jengkal hidup nan sepi

Makin lama
panggung tarian sang kalam basah
dirembes titik sang tirta yang menari
menghapus jejak pijak ukiran tinta
merana sepi terundung sunyi
senyap kalbu yang tak terperi

Rasa yang kujadikan tumbal
kini tak ada sisa wujud jasadnya
habis dan tiada lagi
hujan di penghujung hari
tlah menghapusnya
hujan di penghujung hari
tlah melahapnya
hujan di penghujung hari
tlah merenggutnya

Sudahlah...
harusnya aku berterima kasih padanya
terima kasih tlah kau hapuskan perihku
terima kasih tlah kau hanyutkan senduku
terima kasih tlah kau lepaskan belengguku

Hujan di penghujung hari
ucap terima kasih dariku
di lain detik usiaku
kau kan slalu kunanti
menanti kau hapus sgalanya dariku




Satriya Tjahja Hudaya
Pernah disebut sebagai seorang pujangga karena sajak yang di buatnya,

beberapa karyanya pernah terbit di media bahkan mendapat pengakuan tersendiri salah salah satunya di koran SoloPos
dalam beberapa apresiasi puisinya mampu membawa perasaan penikmat mencapai titik terendah, dan tenggelam dalam kesyahduan
sedang menempuh pendidikan kedokterannya di Universitas Islam Sultan Agung
seorang multi talent yang belakangan akrab dengan biola kesayangannya

0 komentar:

Posting Komentar

Katakan apa yang ingin kamu katakan